Sejatinya, puji syukur kita panjatkan kepada Allah Swt
yang telah menganugerahkan Kepulauan Nusantara ini dengan berbagai kekayaan dan
keindahan alamnya. Dan seperti yang sudah banyak diketahui umum, bahwa
Indonesia merupakan wilayah yang dilintasi garis khatulistiwa, sehingga hanya
dua musim saja yang berlaku di bumi pertiwi ini, termasuk di dalamnya wilayah
Jawa Barat. Terbentuknya kedua musim itu dikarenakan
terjadinya perubahan arah angin bertiup setiap enam bulan. Pada enam bulan
pertama [Maret-Agustus], biasanya angin bertiup dari arah timur atau tenggara
[Benua Australia]. Namun angin model ini tidak membawa uap air, sehingga tidak
mendatangkan hujan. Pada enam bulan selanjutnya [September-Februari] angin
bertiup dari arah barat [Daratan Asia] yang mengandung banyak uap air, sehingga
turunlah hujan di kepulauan di wilayah Nusantara. Musim hujan di Jawa Barat
berlangsung lebih lama dibandingkan dengan wilayah Indonesia lainnya. Tak heran
jika angka rata-rata curah hujan mencapai 2.000 mm, bahkan di beberapa tempat
bisa mencapai 3.000-5.000 mm [Garna, 1984: 12]. Bogor adalah contoh kota yang
lebih sering diguyur hujan, sehingga kota itu dijuluki sebagai kota hujan.
Seorang ahli biologi dari Inggris, Alfred
Russel Wallace pada tahun 1861 memberi kesaksian bahwa Jawa Barat merupakan
wilayah yang banyak turun hujan. Tepatnya ketika Wallace memutuskan untuk
meninggalkan wilayah Jawa Timur untuk kemudian mengunjungi Jawa Barat, dalam
pengakuaannnya ia mengungkapkan, “... I then determined to leave East Java
and try the more moist and luxurious districts at the western extremity of the
islands,” [Wallace, 1902: 83] dan saat dirinya berada di Jawa Barat ia
merasakan perbedaan suasana, sebagaiamana terungkap dalam tulisannya lebih
lanjut, “...In the east of Java I had suffered from the intense heat and
drought of the dry season…Here [West Java] I had got into the other extreme of
damp, wet and cloudy weather, ...During the month which I spent in the interior
of West Java, I never had a really hot fine day throughout. It rained almost
every afternoon, or dense mist came down from the mountains, …” [Wallace,
1902: 87-88]. Biasanya, bulan Desember dan Januari merupakan bulan terbasah,
sedangkan bulan Juli dan Agustus merupakan bulan terkering. Saat musim kemarau
tiba, suhu udara mencapai titik terpanas pada tengah hari dan mencapai titik
terdingin pada waktu tengah malam.
Ketika pulau-pulau di wilayah Indonesia bagian
barat bersatu dengan daratan Asia dan pulau-pulau di ujung wilayah Indonesia
bersatu dengan daratan Australia, di wilayah ini tumbuhlah beragam flora dan
hiduplah bermacam binatang, disusul kemudian dengan hidupnya manusia.
Makhluk-makhluk hidup tersebut datang dari arah psat daratan. Mengingat
keberadaan lautan yang dalam, maka penyebaran makhluk hidup dari daratan Asia
tidak bisa masuk ke arah timur. Tidak heran jika jenis flora, fauna, dan juga
manusia beserta kebudayaannya memiliki perbedaan yang cukup mendasar antara
wilayah Indonesia bagian barat dengan wilayah Indonesai bagian timur. Kedua
wilayah tersebut dibatasi oleh garis Wallace, garis weber, dan garis Huxley.
Pada waktu pulaua-pulau itu terpisah
lagi dengan induknya[masa interglasial], maka kehidupan makhluk hidup yang
berkembang di masing-masing wilayah menyesaikan diri dengan kondisi lokal.
[Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, I, 1984: 36-37].
Kondisi tanah yang ada di ilayah Jawa Barat pada umumnya,
mengandung endapan alluvial dan debu vulkanis yang bisa menyuburkan berbagai
jenis tanaman dan tumbuhan, baik tanaman peliharaan seperti pertanian maupun
tumbuhan liar berupa hutan. Alfred Russel Wallace merupakan salah seorang
saksi yang bisa dimintai keterangannya seputar berbagai jenis tanaman yang
biasa tumbuh di daerah tropis sampai jenis tanaman yang biasa tumbuh di kawasan
dingin seperti di Eropa. Keterangan yang dimilikinya merupakan hasil ekspedisi
yang ia lakukan dari Bogor hingga puncak Gunung Pangrango guna mengobservasi
dan mengumpulkan contoh segala jenis flora dan fauna yang tumbuh dan hidup di
wilayah tersebut. Lagi-lagi Kebun Raya Bogor mrupakan bukti nyata bahwa hampir
semua tanaman tropis dapat tumbuh dengan subur. Kebun di kompleks Istana
Cipanas-Cianjur bukti lain yang tak terbantahkan bahwa sejumlah tanaman dan
sayuran Eropa bisa tumbuh subur di situ.
Selain itu, hutan lebat yang tampak sepanjang jalan
ditumbuhi aneka jenis pohon, mulai dari yang berukuran kecil [seperi lumut,
anggrek] hingga yang berukuran besar [seperti rasamala, beringin] dan mulai
dari yang tumbuh di dataran rendah hingga yang tumbuh di puncak gunung pada
ketinggian 8.000 kaki lebih. Berbagai jenis tanamam yang tumbuh di sekitar
Gunung Gede saja, tak kurang dari 300 jenis tanaman tumbuh dengan suburnya
[Wallace, 1902: 85, 89-90]. Dalam rangkaian periode sejarah Jawa Barat tercatat
beberapa jenis tanaman yang berkembang luas sehingga memiliki nilai ekonomi
yang tinggi. Sebut saja tarum [indigo], padi, dan lada yang berkembang sampai
abad XVII. Kopi, teh, kina, karet, tebu, kelapa sampai awal abad XX.
Perkembangan mutkahir jenis-jenis tanaman seperti padi, teh, karet, kelapa,
tebu, kelapa sawit, cokelat, dan sejumlah tanaman sayuran mempunyai nilai
ekonomi tinggi di Jawa Barat. Sementara itu, jenis pohon berukuran besar yang
dimanfatakan kayunya cukup berperan pula dalam kehidupan ekonomi masyarakat
Jawa Barat. Bahkan pada awal abad ke-16 Masehi diberitakan oleh Tome’ Pires
bahwa pesisir di wilayah Sunda banyak dijumpai pohon yang besar dan tinggi.
Misalnya, pohon-pohon yang tumbuh di kiri-kanan pinggir Sungai Cimanuk yang
dahan-dahan bagian atasnya bersentuhan, sehingga seolah-olah sungai itu bersatu
[Cortesao, 1944: 166-168] dan juga adanya jenis kayu yang dihasilkan dari
daerah Cirebon berkualitas tinggi untuk bahan pembuatan kapal laut. Kayu-kayu
tersebut diekspor dari pelabuhan Cirebon [Cortesao, 1944: 183]
Areal hutan di wilayah Jawa Barat makin lama
berkurang. Pengurangan luas areal hutan itu makin lama makin luas sejak
dipergunakan untuk lahan perkebunan, pertanian [sawah dan ladang],
pemukiman,dan industri serta diperlukan kayunya untuk bahan bangunan dan
lain-lain. Hingga pada awal 1973 hutan di wilayah Jawa Barat luasnya, hanya
tersisa 468.018,7 ha untuk hutan lebat, sedangkan untuk hutan sejenis dan hutan
belukar tingal 567.036,6 ha saja [Direktorat Tata Guna Tanah, 1973: 7-8].
Fenomena ini menghasilkan banyak hutan gundul yang sering mengakibatkan banjir
pada musim hujan karena air hujan tidak terserap oleh tanah dan pepohonan.
Sebaliknya, pada musim kemarau terjadi kekeringan karena kekurangan air, sebab
tidak ada persediaan air yang biasanya disimpan dalam hutan. Dalam pada itu,
lapisan tanah bagian atasyang subur mudah trkikis oleh air hujan [erosi] yang
berakibat hilangnya kesuburan tanah. Semua akibat tersebut sudah dan akan terus
mendatangkan malapetaka dan penderitaan bagi kehidupan makhluk hidup, jika tak
cepat melakukan antisipasi untuk menjaga kelestarian alam.
Seiring dengan tumbuhnya aneka macam tanaman,
di wilayah Jawa Barat hidup pula berbagai jenis binatang [fauna], seperti
serangga, burung, binatang melata, binatang menyusui, ikan. Nama Jawa Barat
menjadi lebih terkenal di dunia internasional karena di daerah ini hidup
binatang badak bercula satu yang keberadaannya kini hampir punah akibat ulah manusia.
Kini binatang raksasa itu hanya bisa hidup di kawasan cagar alam Ujung Kulon.
Jenis binatang lain yang punya kaitan erat dengan kehidupan sosial budaya di
Jawa Barat adalah harimau, lutung, kera, kura-kura, buaya, kancil, kuda,
kerbau, banteng,anjing, babi, burung beo, kucing, tikus, kupu-kupu, ulat,
buruugn betet, burung tekukur, burung kutilang, ular sanca, danlain-lain.
Menurut Alfred Russel Wallace, semuua jenis burung dan serangga yang khas Pulau
jawa ditemukan di Jawa Barat dalam bjumlah yang banyak. Ia sendiri dalam jangka
waktu satu minggu berhasil menangkap dan mengumpulkan tidak kurang dari 24
jenis burung yang tidak ditemukan di Jawa Timur, selanjutnya bertambah menjadi
40 jenis. Ia pun menemukan dan mengumpulkan berbagai jenis serangga dan kupu-kupu
dari wilayah ini [Walaace, 1902: 86-87].