Memang diakui, sebenarnya terdapat tiga lembaga swasta Islam dari beberapa
lembaga aliran keagamaan Islam, khususnya di Jawa Barat, yang dianggap cukup
mewakili lembaga aliran-aliran keagamaan dalam Islam, antara lain: Aliran
Nahdlatul Ulama (NU Muhammadiyah, dan Persis (Persatuan Islam) yang selama ini
selalu memberikan pembinaan nilai-nilai rohaniah, dan dalam hal-hal tertentu
nilai-nilai mistik-spiritualistik suatu masyarakat muslim di Jawa Barat;
tetapi, tampaknya juga seperti tidak antusias memberikan pembinaan keagamaan
terhadap para penganut aliran kebatinan itu. Kini, ketika politik aliran telah mulai memudar, dan pembinaan
nilai-nilai rohaniah atau mistik-spiritualistik, mulai banyak dilakukan oleh
para aktivis secara individualistik, --para individualis ini sebagian berangkat
dari kalangan aktivis Perguruan Tinggi-- juga tidak ada yang dengan sengaja
menujukan pembinaan nilai-nilai rohaniah atau mistik-spiritualistik itu pada
para penganut aliran kebatinan itu.
Aliran keagamaan Islam Nahdlatul Ulama (NU yang selama ini terkenal dengan
karakteristiknya yang mengakui tradisi-tradisi keagamaan Islam seperti tasawuf
dengan kehidupan mistik-spiritualistiknya yang bersifat rohaniah-batiniyah,
sebenarnya merupakan sebuah kekuatan tersendiri yang mempunyai nilai jual yang
sangat tinggi di hadapan para penganut aliran kebatinan. Dalam upayanya melestarikan nilai-nilai
rohaniah-batiniyah inilah nilai keunggulan orang-orang NU dibandingkan dengan
para penganut aliran keagamaan Islam lainnya. Oleh sebab itu, orang-orang NU
yang secara kebetulan sangat memelihara tradisi tasawuf utamanya tarekatnya,
sangat pantas lebih banyak bergelut dengan dakwah kepada para penganut aliran
kebatinan.
Dikatakan juga bahwa di wilayah NU Jawa Barat terdapat beberapa orang tokoh
NU yang mempunyai ilmu hikmah, antara lain DR KH Syakur, seorang kyai di pesantren Kertasmaya,
Cirebon, alumni Universitas al-Zaitun Tunisia,
K H Sukrama Wirnaputra mantan Rektor UNNU pertama, juga KH Nasir Yusuf. Mereka bertiga merupakan sampel di antara beberapa
figur orang-orang NU yang mempunyai ilmu hikmah itu. Ketiganya juga
berprofesi sebagai orang-orang yang siap untuk dimintai hal-hal yang berkaitan
dengan masalah-masalah mistik-spiritualistik. Pada tanggal 24 Juni 2002, ketika
penulis sedang mewawancarai KH Nasir Yusuf, ia menyatakan bahwa: Kalau anda
tidak percaya dengan apa yang dikatakan saya, besok pagi (25 Juni 2002 di rumah
seorang tokoh PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) Jawa Barat, saya akan melakukan
pengusiran Jin, yang katanya sangat mengganggu keluarga dan kawan-kawannya,
para tokoh PKB. Pada sisi yang lain, orang-orang NU juga mempercayai adanya
kharisma tokoh ulama tertentu meski sudah wafat, karena masih mempengaruhi
kehidupan manusia, dan lain-lainnya. Dari sini, lalu orang-orang NU suka berziarah
ke makam-makam ulama tertentu, khususnya pada hari-hari tertentu dan
waktu-waktu tertentu pula. Karena hari dan waktu tertentu mempunyai
kelebihan-kelebihan tertentu pula.
Adapun aliran
keagamaan Islam Muhammadiyah, bersama-sama dengan aliran keagamaan Islam Persis
(Persatuan Islam) telah menganggap dirinya sebagai kelompok aliran keagamaan
Islam modernis Selama ini istilah modernis masih debatable. Sebab,
sebagian ahli) menganggap bahwa sesuatu kelompok, individu, pemikiran atau
selainnya tertentu yang telah mencoba
menyegarkan, memperbaharui, dan menampakkan kembali wajah Islam yang
terlihat sempit menjadi lebih luas, dan lebih sesuai dengan kondisi
sosio-kultural sehingga Islam mampu menjadi rahmat bagi seluruh alam dianggap
sebagai modernis. Gagasan modernis seperti ini, merupakan gagasan yang ideal
dan Islamis. Gagasan ini bersifat inklusif, dan substantif. Oleh sebab itu,
gagasan seperti ini sangat mungkin melingkupi, dan disepakat berbagai aliran
keagamaan Islam yang ada. Ketika aktualisasi konsep modernis seperti ini dalam
form, berupaya memberantas dan menyerang moral masyarakat yang longgar,
karena telah menimbulkan sikap masyarakat menjadi permisif, maka sangat
memungkinkan terjadi kesepakatan antara berbagai aliran ke agamaan Islam yang
ada. Tetapi, ketika aktualisasi konsep modernis itu dalam form berupaya
memberantas, dan mengikis habis berbagai kultur lokal yang ada dalam lingkungan
suatu kelompok, individu, atau pemikiran tertentu, yang berhubungan dan
mempengaruhi keberagamaan Islam mereka, seperti tasawuf dengan tarekatnya,
karena dianggap telah membuat dan menambah-nambah praktek-praktek keagamaan
yang menyimpang, sehingga dianggap telah menimbulkan bid’ah-bid’ah, khurafat,
dan tahayul, maka tidak semua aliran keagamaan Islam itu sepakat. Sebab, kalau
konotasi praktek-praktek keaga maan Islam yang dianggap menyimpang dan
selainnya itu dikaitkan dengan praktek-praktek kehidupan rohaniah-batiniyah
yang berbentuk mistik-spiritua listik, semacam kehidupan tasawuf, atau ziarah
qubur kepada makam para wali, dan beberapa kegiatan ilmu hikmah yang
dilakukan oleh para kyai NU, maka tidak akan semua aliran keagamaan Islam
menyatakan kesepakatan. Karena –bagi orang-orang NU-- secara intrinksik,
nilai-nilai rohaniah-batiniyah dalam bentuk mistik-spiritualistik itu dianggap
merupakan kebutuhan setiap individu, dan mendapat legitimasi dari ajaran Islam
Meski dalam praktisnya, bentuk-bentuk mistik-spiritualistik itu terkadang
tampak berkolabo rasi dengan kultur-kultur lokal. Berkenaan dengan itu, maka
–bagi orang-orang NU-- upaya mengkolaborasikan nilai-nilai rohaniah dalam form
mistik-spiritualistik dengan kultur-kultur lokal itu, pada dasarnya merupakan
suatu keniscayaan dan upaya membumikan dan memfungsionalisasikan nilai-nilai
rohaniah-batiniyah Islam, sehingga menjadi moral dan kesolehan Islam berkultur
lokal. Dari sini, lalu Islam tampak dalam bentuk aktivitas masyarakat
bervarietas Islam lokal Jawa, Sunda, Malaysia, Pakistan, Arab Saudi, Mesir, dan
lain-lainnya, yang dianggap tidak harus seragam Secara temporal ilmiah, adanya
varietas Islam lokal itu pada dasarnya merupakan sebuah result dari
pendekatan antropologis dalam memahami Islam ideal. Sebab dari perspektif ini,
pendekatan filosofis, etnologis, dan historis agama-agama terhadap studi agama
bersifat saling terkait dan saling melengkapi.
Muhammadiyah
sebagai sebuah kelompok aliran keagamaan Islam yang modernis, --secara
administratif-- merupakan sebuah organisasi aliran kegamaan Islam yang lebih
memfokuskan kepada hal-hal yang bersifat sosio-kultural. Oleh sebab itu, sangat
wajar kalau beberapa aktivitasnya, telah berhasil mendirikan beberapa
lembaga-lembaga sosio-kultural. Muhammadiyah Jawa Barat, yang pimpinan
tanfidiyah masa bakti 2000-2005-nya di jabat oleh, ketua DR. Ir. H E Hidayat
Salim MS, dengan sekretaris DR Makhmud Syafe’I, MA, telah siap akan
mengembangkan organisasi Muhammadiyah ini dengan lebih maju lagi. Pada tahun
1999 saja.
Aliran keagamaan Islam Persis, sebagai sebuah aliran keagamaan Islam
modernis lain yang berdiri pada tahun 1923, tujuan organisasinya mengusahakan
terlaksananya syariat Islam berlandaskan al-Qur’an dan al-Sunnah secara kaffah
dalam segala aspek kehidupan. Formulasi
media upayanya itu, tampak dalam aktivitas dakwah, baik dalam bentuk penerangan
secara individual face to face, secara oral komunal, secara teknologis
tertulis, maupun selainnya. Upaya ini dengan maksud memfurivikasi atau mengemba
likan ummat Islam yang dianggap telah melakukan taqlid, bid’ah, dan syirik,
kepada al-Qur’an dan al-Sunnah Rasul Allah SWT. Para penganut aliran kebatinan,
yang dalam berbagai hal aktivitas mereka tampak sangat kontradiksi dengan apa
yang akan dilakukan oleh organisasi Islam Persis ini, secara faktual,
sebenarnya merupakan media dan wahana paling subur dalam rangka
memanifestasikan aktivitas itu. Namun, dalam tataran realitasnya, upayanya itu
justru hanya menjadikan Islam ideal, global, unity, dan sakral, menjadi Islam
dalam bentuk Islam formal ritual yang konotasinya dengan aktivitas peribadatan
lahiriyah, bukan Islam dalam bentuk Islam substansial yang konotasinya gerakan
moral dan peradaban yang dalam hal-hal tertentu dapat menyentuh aspek-aspek
rohaniyah-batiniyah.
No comments:
Post a Comment