Sunday, December 13, 2015

Jawa Barat Perspektif Geografis



Kondisi dan Situasi Alam

Secara geografis, Jawa Barat, tempat kebudayaan Sunda lahir, tumbuh, dan berkembang, terletak pada posisi antara 50 50’ dengan 70 50’ Lintang Selatan dan antara 1040 48’ dengan 1080 48’ Bujur Timur. Luas wilayahnya 46.890 km2.

Wilayah Jawa Barat merupakan bagian integeral dari wilayah Republik Indonesia yang secara geografis berwujud kepulauan. Kepualaun ini biasa disebut Kepulauan Nusanatra, sebuah istilah yang telah dipakai sejak abad ke-14 Masehi, yaiut pada jaman Majapahit. Dewasa ini istilah tersebut digunakan pula untuk menamai sebuah konsep wawasan yang memandang kepulauan Indonesia sebagai kesatuan geografis, kesatuan wilayah, yaitu Wawasan Nsantara. Lokasi wilayah Republik Indonesia sendiri berada pada posisi antara 60 Lintang Utara dengan 110 Lintang Selatan dan antara 1400 Bujur Tmur. Luasnya mencapai 2.270.087 km2 [daratan], tetapi setelah digunakan sistem baru tentang wilayah negara dengan memasukkan wilayah perairan Indonesia berdasarkan UU No. 4/Prp, tahun 1960 maka luas keseluruahannya adalah 5.193.250 km2.

Sejak jaman tersier, sebagian besar wilayah Indonesia merupakan lautan. Dataran hanya terdapat di bagian barat Kalimantan yang bersatu dengan dataran Asia dan bagian selatan Irian yangbersatu dengan dataran Australia. Namun pada penghujung era ini—era Pleosin—terjadi lagi kegiatan alam yang mengakibatkan sebagian lautan menjadi dataran.

Perubahan luas lautan dan dataran terus berlanjut hingga memasuki jaman selajutnya, yaitu jaman Kuarter yang terdiri dari beberapa fase, di antaranya: Pleistosin, Sub-Holosin, dan Holosin. Perubahan-perubahan alam tersebut bukan saja disebabkan terjadinya orogenesa, kegiatan gungun berapi, gempa bumi, dan perubahan aliran sungai. Lebih dari itu, proses kegiatan alam ini juga dikarenakan terjadinya masa glasial dan interglasial pada masa Pleistosin sampai empat kali. Pada masa glasial bagian terbesar air di dunia membeku, sehingga berimbas pada penurunan permukaan air laut sampai 60-70 m. Tak heran jika pada masa ini luas daratan di seluruh wilayah Indonesia bertambah sehingga bersatu dengan Benua Asia. Dari proses ini menghasilkan terbentuknya dua dataran: dataran Sunda dan Sahul. Namun ketika memasuki masa interglasial air es—yang  pada masa glasial membeku—mencair dan membuat permukaan air laut naik. Kini pulau-pulau yang pada masa glasial menyatu kemudian membetuk pulau-pulau yang terpisah. Seperti, pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Irian dan lain-lain [Bemmelen, 1949; Heekeren,1972: 72].

Dilihat dari unsur-unsur utama fisiografi, Pulau Jawa dapat dibagi atas dua bagian. Pertama, bagian selatan yang mengandung genaticline dan berwujud daerah pegunugnan.kedua, bagian utara yang mengandung geosycline dan berwujud dataran rendah. Sedangkan berdasarrkan perbedaan-perbedaan fisografis dan strukturnya, Pulau Jawa dapat dibedakan menjadi empat bagian. Keempat bagian dimaksud adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan ujung timur Pulau Jawa [Oosthoek] berikut Pulau Madura dan Selat Madura [Bemmelen, 1949: 2-26]

Sementara itu, Jawa Barat menurut fisografisnya, meliputi wilayah antara Banten dengan Cirebon. Wilayah ini berwujud rendah alluvial di bagian utara dan pegunugnan bagian selatan. Perbandingan antara bagian daaran rendah dengan bagian pegunungan adalah satu banding tiga. Jadi lebih laus wilayah pegunungan daripada wilayah dataran rendah.

Adapun dataran-dataran tinggi di Jawa Barat, diperkirakan pertama kali muncul dari dasar laut pada akhir zaman Miosen yang merupakan bagian dari zaman Tertier. Proses terbentuknya gunung-gunung berapi, bukit-bukit, dan dataran-dataran tinggi di Jawa Barat berlanjut sampai penghujung zaman Tersier atau tepatnya zaman Pleosin. Sedangkan dataran-dataran rendah di bagian utara Jawa Barat pada umumnya terbentuk sebagai akibat pengendapan alluvial dan lahar dari pengikisan lapisan-lapisan vulkanis tertier pegunungan berapi di bagian selatan Jawa Barat. Dari keadaan alamnya, dataran Jawa Barat terbagi ke dalam lima dataran: Banten, Jakarta, Bogor, Bandung dan Pegunungan Selatan.

Pertama, dataran Banten, keadaan alamnya berhubungan erat dengan Selat Sunda dan Sumatera Selatan. Munculnya gunung-gunung berapi di dataran tersebut dan terjadinya endapan di kedua tepi Selat Sunda [Lampung dan banten] diakibatkan oleh lapisan tuffa yang diduga terjadi pada zaman Tersier menjelang zaman Kuarter. Sementara untuk dataran rendah yang ada di Banten diperkirakan terbentuk akibat pelipatan-pelipatan yang terjadi pada penghujung era Tersier oleh endapan tuffa kuarter dan alluvial.

Beberapa kompleks gunung di barat laut daerah Banten muncul di atas dataran rendah bagianutara. Kompleks-kompleks gunung tersebut di antranya: Kompleks Gunung Gede dengan ketinggian puncak 595 m yang ditandai oleh kota pelabuhan Merak sebagai kaki gunung sebalah barat, kompleks Danau yang mempunyai dua buah gunung, yaitu Gunung Karang [1.778 m] dan Gunung Pulosari [1.346 m]. Kedua gunung ini memiliki aktivitas letusan yang diikuti oleh gunug-gunung di Selat Sunda, antar lain Gunung Rakata [813 m]. Daerah Lampung dan Banten yang dipisahkan Selat Sunda ditutupi oleh tanah asam [acid] dan batu-batuan [tuff] dari letusan-letusan gunung berapi yang menjulang di sektiar daerah tersebut pada jaman Pleistosin. Kompleks Ujungkulon dengan puncak tertinggi berada di Gunung Payung [480 m] dan kompleks Pasir Honje dengan puncak setinggi 620 m di Banten tenggara dipisahkan oleh laut dari Pulau Jawa pada jaman Pleosin dan membentuk ujung Bukit Barisan di Pulau Sumatera. Tetapi garis yang menghubungkan kedua kompleks tersebut dengan Pulau Sumatera runtuh pada jaman Pleistosin dan reruntuhannya sekarang membentuk laut yangkedalamannya mencapi lebih dari 1.000 meter yang teletak di abgian selatan Selat Sunda [Edi S.  Ekadjati, 1995: 17-18]

Kedua, dataran Jakarta merupakan dataran rendah yang lebarnya sekitar 40 km dan meliputi daerah yang terbentang dari Serang, Rangkasbitung, Jakarta, hingga Cirebon. Rendahnya dataran Jakarta disebabkan pengikisan lapisan tertier pegunungan berapi dari daerah pedalaman, seperti, Gunuung Gede dan Gunung Pangrango. Sebagian besar dari dataran Jakarta ini terdiri atas endapan alluvial yang terbawa oleh aliran sungai dan lahar.

Ketiga, dataran Bogor merupakan komplek bukit dan pegunungan yang terletak di sebelah selatan dataran Jakarta. Lebar dataran ini 40 km dan terbentang dari Jasinga di perbatasan Bogor-Banten sekarang di sebelah barat ke arah timur hingga Kali Pemali [Sungai Cipamali] dan Bumiayu di wilayah Jawa Tengah sekarang. Dataran ini juga terdiri atas dua bagian. Pertama, bagian barat yang berpusat di Bogor dan berakhir di kompleks Gunung Sanggabuana di sebelah barat Purwakarta. Kedua bagian timur yang dibentuk oleh gunung-gunung baru, seperti kompleks pegunungang Sunda yang terdiri dari Gunung Burangrang [2.064 m], Tangkuban Parahu [2.076 m], Bukittunggul [2.209 m], Palasari, dan Manglayang; kompleks Gunugn Tampomas [1.684 m] dan kompleks Gunung Ciremai [3.078 m].

Keempat, dataran Bandung memiliki gugusan pegunungan depresif  akibat lapisan Tertier. Lebar dataran ini sekitar 20-40 km yang terbentang dari Teluk Pelabuhan Ratu di barat, melalui Lembah Cimandiri [daerah Sukabumi dengn puncak tertinggi 600 m], dataran tinggi Cianjur [puncak tertinggi 715 m], dataran tingi Garut [puncak tertinggi 711 m], dataran tingi Tasikmalaya dengan puncak tertinggi 315 m, hingga ke Lembah Citanduy di timur, dan berujung di Sagara Anakan. Secara struktural,  dataran ini memiliki geanticline paling banyak di Pulau Jawa. Adapun pembatas antara dataran Bandung dengan dataran Bogor  adalah deretan gunung yang terbentu pada jaman Kuarter, yang terdiri dari: Gunung Kendeng [1.370 m], Gagak [1.511 m], Salak [2.211 m], Pangrango [3.019 m], Gede [2.958 m]. Sedangkan antara dataran bandung dan dataran Pegunungan Selatan dibatasi oleh rentetan gunung yang lainnya, seperti, Gunung Patuha [2.429 m], Tilu [2.040 m], Malabar [2.321 m], Papandayan [2.622 m], dan Cikuray [2.821 m].

Selain itu, dataran Bandung juga memiliki tiga seksi, yaitu, seksi Garut, seksi Plateau Bandung, dan seksi Lembah Citanduy. Ketiga seksi tersebut dibatasi oleh deretan gunung. Seksi Garut dan seksi Plateau Bandung dibatasi oleh Gunung Guntur [2.249 m] dan Gunung Madalawangi [1.163 m]. Sedangkan seksi Garut dan seksi Lembah Citanduy dibatasi oleh barisan Gunung Galunggung [2.241 m], Gunung Talagabodas [2.201 m], dan Gunung Sadakeling [1.176 m]. Keberadaan Gunung Sawal yang sudah tidak aktif lagi menempati posisi terpisah di tengah-tengah Lembah Cintanduy. Sementara itu, di datran Lembah Citanduy bermunculan gunung-gunung kecil, di antaranya: Gunung Sangkur [365 m] yang berdekatan dengan Banjar, di sebelah barat Rawalabok.

Kelima, dataran Pegunungan Selatan yang dibentuk oleh pegunungan di Priangan Selatan terbentang dari Teluk Pelabuhan Ratu di barat hingga Pulau Nusakambangan di timur dengan lebar rata-rata 50 km, hanya di bagian timur menyempit hingga lebarnya ada yang beberapa kilometer saja. Jika dilihat dari segi fisiografinya, dataran ini memiliki tiga seksi, yaitu seksi Jampang di sebelah barat, seksi Pangalengan di tengah, dan seksi Karangnunggal di sebelah timur [Edi S. Ekadjati, 1995: 20, Yoseph Iskandar, 1997:2-4].

Ada fenomena menarik yang terjadi di seksi Jampang, yaitu munculnya permukaan tanah secara perlahan dari Samudera Hindia sampai ketinggian kira-kira 1.000 m—dengan beberapa pengecualian pada leher gunung berapi yang lebih tinggi seperti Gunung Malang [1.305 m]—untuk kemudian berbelok sampai ke daerah dataran Bandung. Adalah seksi Pangalengan merupakan bagian tertinggi di dataran Pegunungan Selatan ini, keberadaannya dikelilingi beberapa gunung yang sudah tidak aktif lagi, misalnya, Gunung Kancana [2.182 m]. Sementara itu proses peralihan antar ujung yang terangkat dari bagian tengah dataran ini dan dataran Bandung ditandai oleh serangkaian Gunung dari jaman Kuarter. Adapun seksi Karangnunggal kondisi alamnya tidak jauh berbeda dengan seksi Jampang, yang memiliki daerah pegunungan yang relatif rendah, selain Gunung Bangkok [1.144 m] jarang ada gunung lain yang ketinggian puncaknya mencapai lebih dari 1.000 m.

No comments:

Post a Comment